Orang bilang aku si penyendiri, aku anti sosial, dan aku tak lebih dari sekadar orang aneh. Ya, aku tak menampik. Memanglah demikianlah aku di dunia nyata—tak pernah berinteraksi banyak. Aku terlalu lelah dengan duniaku, terlalu berbeda untuk disebut normal.

Dan kau tahu? Di usiaku yang memasuki tiga puluh, aku hanya mempunyai enam kontak di ponselku. Ibu, kedua adikku, nomor atasanku di tempat kerja, dan nomor teman yang bahkan hanya mengirim pesan sesekali dalam seminggu. Sungguh, dunia yang sepi jika aku tak berselancar di media sosial.

Aku yakin Ibu mengerti, tapi ia sama halnya pula denganku; tak dapat menjelaskan. Karena terlalu sering melakukan hal yang demikian, maka aku pun dicap sebagai anak nakal, aneh, dan sedikit yang mau berteman. Hingga aku dewasa, mungkin teman yang benar-benar dekat dapat dihitung dengan jari.

Tidak ada yang bisa kujelaskan, lebih tepatnya, aku tak berani untuk menjelaskan. Orang lain yang tak mengerti akan menganggap aku gila, atau, berkhayal?
Niatku, hanya tak ingin teman masa kecilku itu ditempeli sesuatu, ya, sesuatu. Yang tak bisa mereka lihat.